Jumat, 27 November 2015

Menjadi Dewasa

Manusia adalah makhluk kadang-kadang. Kadang bahagia, kadang sedih, kadang berduka, kadang berpesta, kadang mendamba masa lalu, kadang memuja kekinian, kadang terlalu rapuh, kadang sok kuat bagai mantra setan. Begitu juga aku. Hari kemarin aku mengutuk sulitnya menjadi orang dewasa. Sungguh menyebalkannya dibebani tanggung jawab yang sepertinya tak habis-habis. Di masa-masa gelap dan kelam itu aku mendamba menjadi anak-anak saat beban lenyap dalam sekali malam. Yang ada hanya bersenang-senang seharian. Dan kalaupun bersedih segala kesedihan mampu lenyap dalam satu malam berganti dengan kesenangan yang datang tak habis-habis.

Tapi menjadi dewasa seketika bisa menjadi sangat menyenangkan. Saat aku mampu memutuskan apa-apa yang ingin kulakukan tanpa kungkungan orang tua. Saatku bisa bebas mencintai apa yang kucintai tanpa takut dianggap salah dan berdosa. Menjadi dewasa saat jatuh cinta menyenangkan luar biasa. Bukan berarti sewaktu kecil aku tak pernah jatuh cinta. Waktu kecil cinta menjelma mainan dan impian-impian semu terhadap guru yang cantik. Menyenangkan? Sudah pasti. Tapi dalam umur semuda itu jatuh cintamu terkungkung oleh ketidakmampuan yang dibatasi banyak hal. Sedangkan di saat dewasa segalanya terasa lebih luas meskipun kau masih saja terkungkung batas-batas.

Semakin ke sini aku semakin tersadar bahwa menjadi dewasa tidak seburuk yang dikeluhkan manusia di luar sana. Masalah orang dewasa tentu lebih pelik dari masalah sewaktu kecil. Tapi bukankah masalah menjadikan hidup manusia semakin asik? Masalah mengajari kita lebih cerdik menghadapi apa-apa yang menyebalkan. Masalah mengajari kita lebih kreatif menyelesaikan segala yang harus diselesaikan dan menemukan kebahagiaan lain yang bisa saja luar biasa di hari akhir.
Menjadi dewasa tidak begitu buruk untuk mereka yang memiliki stok bersyukur lebih banyak dari stok mengeluh.
Akhir-akhir ini aku sering berpikir bahwa apa jadinya jika manusia terus-terusan menjelma anak kecil dan kedewasaan mendadak raib dari muka bumi? Semua manusia bermain-main di taman dan seks menjelma sesuatu yang langka. Semua manusia berkelahi hanya karena sebuah bola atau boneka atau permen atau cokelat. Sesederhana itu.

Apa nikmatnya tidak bertumbuh dan dengan mudah menangisi hal-hal yang tidak penting dan di saat bersamaan bersuka ria atas hal yang itu-itu juga?
Menjadi dewasa memberi nikmat atas banyak hal. Mencintai, bertanggung jawab, rapuh, jatuh, duka, suka, tawa, kesuksesan, gairah, rasa syukur, bangga dan begitu banyak hal lain yang tidak bisa kita maknai sewaktu kita kecil

Buat saya menjadi dewasa bukan hanya perkara angka yang tiap tahun semakin membanyak. Menjadi dewasa berarti menjadi manusia yang bertumbuh. Bertumbuh ke atas, bertumbuh ke samping, bertumbuh tanpa melupa akar.